Blogroll

Vera tetangga ku

Vera tetangga ku


Manusia memang ditakdirkan untuk tidak pernah puas terhadap apa yang dicapainya. Mulai dari pendidikan, kekayaan, jabatan sampai dengan keluarga. Hal ini bisa berdampak pisitif dalam memotivasi diri untuk berprestasi, namun juga dapat menjadi faktor yang bisa menyebabkan manusia menjadi depresi, apalagi jika membandingkan dirinya dengan orang lain yang lebih sukses, baik itu keluarga, teman maupun.. tetangga anda sendiri.
Namaku Aldi, usia 30 tahun, dan saat ini tinggal di sebuah perumahan sederhana (bukan real estate) di kawasan Bekasi Barat. Rumah di kompleks perumahanku tentu saja tipe-tipe kecil yang sebagian besar bertipe 36 dan 45. Namun dengan penghasilanku yang lumayan aku bisa membuat rumahku yang mungil menjadi terlihat indah dan asri. Boleh dibilang rumahku merupakan rumah terindah di kompleks itu.
Aku menempati rumah ini sejak lima tahun yang lalu, dulunya sendiri saja, namun sejak satu tahun lalu aku menikah dan kini tinggal berdua dengan Lia, isteriku. Lia adalah seorang wanita yang cantik dan penuh perhatian, sekilas tidak ada yang kurang darinya. Apalagi dia juga bekerja sebagai Manajer Marketing di sebuah perusahaan farmasi, jadi keluarga kami secara keuangan tidak punya masalah.
Kehidupan perkawinanku yang selama ini kuanggap bahagia itu ternyata semu belaka. Sialnya, hal itu disebabkan seperti kata pepatah di atas:”Rumput tetangga selalu lebih hijau”.
Aku mempunyai tetangga baru, sepasang suami isteri dengan satu anak yang masih bayi. Suaminya seorang pelaut (anak buah kapal) dan isterinya ibu rumah tangga. Pada awalnya aku tidak terlalu peduli dengan kehadiran tetangga baru itu, walaupun ketika mereka datang memperkenalkan diri ke rumah aku sedikit terpukau dengan sang isteri yang punya body seksi dan montok. Pada saat itu aku merasa keterpukauanku hanyalah hal biasa saja.
Namun waktu berkata lain. Ternyata setelah berinteraksi dengan Vera, begitu nama tetanggaku yang montok itu, aku mulai merasa ada daya tarik yang muncul dari wanita itu. Ada beberapa kelebihan yang dimiliki Vera namun tidak dimiliki Lia, isteriku.
Pertama tentu saja body-nya yang montok, dengan dada yang menjulang dan pantat yang besar namun padat. Walaupun Lia juga seksi, namun ukuran buah dadanya cuma 34 B. Kalau Vera kutaksir mungkin antara 36 B atau 36 C. Apalagi pantatnya yang bahenol itu tak kalah merangsang dibanding pantat”Inul”, membuat pria penasaran untuk meremasnya.
Kedua, wajah Vera yang sensual. Kalau urusan cantik, pasti aku pilih Lia, namun ketika aku melihat wajah Vera, maka aku membayangkan bintang film BF. Mungkin pengaruh dari bibirnya yang agak tebal dan matanya yang nakal. Setiap kulihat bibir itu berbicara, ingin rasanya aku merasakan ciuman dan kulumannya yang membara.
Ketiga adalah selera berbusananya, terutama selera pakaian dalamnya. Pertama kali aku melihat jemuran pakaian di belakang rumah mereka, aku langsung tertarik pada pakaian dalam Vera yang dijemur. Model dan warnanya beraneka macam, mulai dari celana dalam warna hitam, biru, merah, hijau sampai yang transparan. Modelnya mulai dari yang biasa-biasa saja sampai model G-string. Motifnya dari yang polos sampai yang bermotif bunga, polkadot, gambar lucu sampai ada yang bergambar bibir. Wah.. Lia tidak suka seperti itu, menurutnya kampungan dan seperti pelacur jalanan. Padahal sebagai lelaki kadang kita ingin sekali bermain seks dengan perempuan jalanan.
Tiga hal itulah yang membuat aku selalu menyempatkan untuk curi-curi pandang pada Vera dan tak lupa melihat jemuran pakaiannya untuk melihat koleksi pakaian dalamnya yang”jalang” itu.
Suatu hari, sepulang dari kantor, aku mampir ke Supermarket dekat kompleks sekedar membeli makanan instan karena isteriku akan pergi selama dua hari ke Bandung. Tak disangka di supermarket itu aku bertemu Vera dengan menggendong bayinya. Entah kenapa jantungku jadi berdegup keras, apalagi ketika kulihat pakaian Vera yang body-fit, baik kaos maupun roknya. Seluruh lekuk kemontokan tubuhnya seakan memanggil birahiku untuk naik.
“Hai.. Mbak, belanja juga?” sapaku.
“Eh.. Mas Aldi, biasa belanja susu”, jawabnya dengan senyum menghiasi wajah sensualnya.
“Memang sudah enggak ASI ya?” tanyaku.
“Wah.. Susunya cuma keluar empat bulan saja, sekarang sudah tidak lagi”.
“Hmm.. Mungkin habis sama Bapaknya kali ya.. Ha-ha-ha..” candaku.
Vera juga tertawa kecil, “Tapi enggak juga, sudah dua bulan bapaknya enggak pulang”.
“Berat enggak sih Mbak, punya suami pelaut, sebab saya yang ditinggal isteri cuma dua hari saja rasanya sudah jenuh”.
“Wah.. Mas baru dua hari ditinggal sudah begitu, apalagi saya. Bayangkan saya cuma ketemu suami dua minggu dalam waktu tiga bulan”.
Aku merasa gembira dengan topik pembicaraan ini, namun sayang pembicaraan terhenti karena bayi Vera menangis. Ia kemudian sibuk menenangkan bayinya.
“Apalagi setelah punya bayi, tambah repot Mas”, katanya.
“Kalau begitu biar saya bantu bawa belanjaannya”, aku mengambil keranjang belanja Vera.
“Terima kasih, sudah selesai kok, saya mau bayar terus pulang”.
“Ohh.. Ayo kita sama-sama”, kataku.
Aku segera mengambil inisiatif berjalan lebih dulu ke kasir dan dengan sangat antusias membayar semua belanjaan Vera.
“Ha.. Sudah bayar? Berapa? Nanti saya ganti”, kata Vera kaget.
“Ah.. Sedikit kok, enggak apa sekali-kali saya bayarin susu bayinya, siapa tahu dapat susu ibunya, ha-ha-ha..”, aku mulai bercanda yang sedikit menjurus.
“Ihh.. Mas Aldi!” jerit Vera malu-malu. Namun aku melihat tatapan mata liarnya yang seakan menyambut canda nakalku.
Kami berjalan menuju mobilku, setelah menaruh belanjaan ke dalam bagasi aku mengajaknya makan dulu. Dengan malu-malu Vera mengiyakan ajakanku.
Kami kemudian makan di sebuah restauran makanan laut di dekat kompleks. Aku sangat gembira karena semakin lama kami semakin akrab dan Vera juga mulai berbaik hati memberikan kesempatan padaku untuk “ngelaba”. Mulai dari posisi duduknya yang sedikit mengangkang sehingga aku dengan mudah melihat kemulusan paha montoknya dan tatkala usahaku untuk melihat lebih jauh ke dalam ia seakan memberiku kesempatan. Ketika aku menunduk untuk mengambil garpu yang dengan sengaja aku jatuhkan, Vera semakin membuka lebar kedua pahanya. Jantungku berdegup sangat kencang melihat pemandangan indah di dalam rok Vera. Di antara dua paha montok yang putih dan mulus itu aku melihat celana dalam Vera yang berwarna orange dan.. Brengsek, transparan!
Dengan cahaya di bawah meja tentu saja aku tak dapat dengan jelas melihat isi celana dalam orange itu, tapi itu cukup membuatku gemetar dibakar birahi. Saking gemetarnya aku sampai terbentur meja ketika hendak bangkit.
“Hi-hi-hi.. Hati-hati Mas..”, celoteh Vera dengan nada menggoda.
Aku memandang wajah Vera yang tersenyum nakal padaku, kuberanikan diri memegang tangannya dan ternyata Vera menyambutnya.
“Hmm.. Maaf, saya cuma mau bilang kalau Mbak Vera.. Seksi sekali”, dengan malu-malu akhirnya perkataan itu keluar juga dari mulutku.
“Terima kasih, Mas Aldi juga.. Hmm.. Gagah, lucu dan terutama, Mas Aldi pria yang paling baik yang pernah saya kenal”.
“O ya?”, aku tersanjung juga dengan rayuannya, “Gara-gara saya traktir Mbak?”
“Bukan cuma itu, saya sering memperhatikan Mas di rumah, dan dari cerita Mbak Lia, Mas Aldi sangat perhatian dan rajin membantu pekerjaan di rumah, wah.. Jarang lho Mas, ada pria dengan status sosial seperti Mas yang sudah mapan dan berpendidikan namun masih mau mengepel rumah”.
“Ha-ha-ha..” aku tertawa gembira, “Rupanya bukan cuma saya yang memperhatikan kamu, tapi juga sebaliknya”.
“Jadi Mas Aldi juga sering memperhatikan saya?”
“Betul, saya paling senang melihat kamu membersihkan halaman rumah di pagi hari dan saat menjemur pakaian”.
“Eh.. Kenapa kok senang?”.
“Sebab saya mengagumi keindahan Mbak Vera, juga selera pakaian dalam Mbak”, aku berterus terang.
Pembicaraan ini semakin mempererat kami berdua, seakan tak ada jarak lagi di antara kami. Akhirnya kami pulang sekitar jam 8 malam. Dalam perjalanan pulang, bayi Mbak Vera tertidur sehingga ketika sampai di rumah aku membantunya membawa barang belanjaan ke dalam rumahnya.
Mbak Vera masuk ke kamar untuk membaringkan bayinya, sementara aku menaruh barang belanjaan di dapur. Setelah itu aku duduk di ruang tamu menunggu Vera muncul. Sekitar lima menit, Vera muncul dari dalam kamar, ia ternyata sudah berganti pakaian. Kini wanita itu mengenakan gaun tidur yang sangat seksi, warnanya putih transparan. Seluruh lekuk tubuhnya yang montok hingga pakaian dalamnya terlihat jelas olehku.
Sinar lampu ruangan cukup menerangi pandanganku untuk menjelajahi keindahan tubuh Vera di balik gaun malamnya yang transparan itu. Buah dadanya terlihat bagaikan buah melon yang memenuhi bra seksi yang berwarna orange transparan. Di balik bra itu kulihat samar-samar puting susunya yang juga besar dan coklat kemerahan. Perutnya memang agak sedikit berlemak dan turun, namun sama sekali tak mengurangi nilai keindahan tubuhnya. Apalagi jika memandang bagian bawahnya yang montok.
Tak seperti di bawah meja sewaktu di restoran tadi, kini aku dapat melihat dengan jelas celana dalam orange transparan milik Vera. Sungguh indah dan merangsang, terutama warna hitam di bagian tengahnya, membayangkannya saja aku sudah berkali-kali meneguk ludah.
“Hmm.. Tidak keberatan kan kalu saya memakai baju tidur?”, tanya Vera memancing.
Sudah sangat jelas kalau wanita ini ingin mengajakku selingkuh dan melewati malam bersamanya. Kini keputusan seluruhnya berada di tanganku, apakah aku akan berani mengkhianati Lia dan menikmati malam bersama tetanggaku yang bahenol ini.
Vera duduk di sampingku, tercium semerbak aroma parfum dari tubuhnya membuat hatiku semakin bergetar. Keadaan kini ternyata jauh di luar dugaanku. Kemarin-kemarin aku masih merasa bermimpi jika bisa membelai dan meremas-remas tubuh Vera, namun kini wanita itu justru yang menantangku.
“Mas Aldi mau mandi dulu? Nanti saya siapkan air hangat”, tanya Vera sambil menggenggam tanganku erat.
Dari sorotan matanya sangat terlihat bahwa wanita ini benar-benar membutuhkan seorang laki-laki untuk memuaskan kebutuhan biologisnya.
“Hmm.. Sebelum terlalu jauh, kita harus membuat komitmen dulu Mbak”, kataku agak serius.
“Apa itu Mas?”
“Pertama, terus terang aku mengagumi Mbak Vera, baik fisik maupun pribadi, jadi sebagai laki-laki aku sangat tertarik pada Mbak”, kataku.
“Terima kasih, saya juga begitu pada Mas Aldi”, Vera merebahkan kepalanya di pundakku.
“Kedua, kita sama-sama sudah menikah, jadi kita harus punya tanggung jawab untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga kita, apa yang mungkin kita lakukan bersama-sama janganlah menjadi pemecah rumah tangga kita”.
“Setuju, saya sangat setuju Mas, saya hanya ingin punya teman saat saya kesepian, kalau Mas Aldi mau kapanpun Mas bisa datang ke sini, selagi tidak ada suami saya. Tapi saya sekalipun tidak akan meminta apapun dari Mas Aldi, dan sebaliknya saya juga ingin Mas Aldi demikian pula, sehingga hubungan kita akan aman dan saling menguntungkan”.
“Hmm.. Kalau begitu tak ada masalah, saya mau telpon ke rumah, supaya pembantu saya tidak kebingungan”.
“Kalau begitu, Mas Aldi pulang saja dulu, taruh mobil di garasi, kan lucu kalau Mas Aldi bilang ada acara sehingga tidak bisa pulang, sementara mobilnya ada di depan rumah saya”.
“Oh.. Iya, hampir saya lupa”.
Aku segera keluar dan pulang dulu ke rumah, menaruh mobil di garasi dan mandi. Setelah itu aku mau bilang pada pembantuku kalau aku akan menginap di rumah temanku. Namun tidak jadi karena pembantuku ternyata sudah tidur.
Aku segera datang kembali ke rumah Vera. Wanita itu sudah menungguku di ruang tamu dengan secangkir teh hangat di atas meja. Pahanya yang montok terpampang indah di atas sofa.
“Wah.. Ternyata mandi di rumah ya? Padahal saya sudah siapkan air hangat”.
“Terima kasih, Mbak Vera baik sekali”.
Wanita itu berjalan menutup pintu rumah, dari belakang aku memandang kemontokan pantatnya yang besar dan padat. Kebesaran pantat itu tak mampu dibendung oleh celana dalam orange itu, sehingga memperlihatkan belahannya yang merangsang. Seperti tak sadar aku menghampiri Vera, lalu dengan nakal kedua tanganku mencengkeram pantatnya, dan meremasnya.
“Uhh..”, Vera agak kaget dan menggelinjang.
“Maaf”, kataku.
“Tidak apa-apa Mas, justru.. Enak”, kata Vera seraya tersenyum nakal memandangku. Senyum itu membuat bibir sensualnya seakan mengundangku untuk melumatnya.
“Crup..!”, aku segera menciumnya, Vera membalasnya dengan liar.
Aku tak tahu sudah berapa lama bibir itu tak merasakan ciuman laki-laki, yang jelas ciuman Vera sangat panas dan liar. Berkali-kali wanita itu nyaris menggigit bibirku, lidahnya yang basah meliuk-liuk dalam rongga mulutku. Aku semakin bernafsu, tanganku menjalar di sekujur tubuhnya, berhenti di kemontokan pantatnya dan kemudian meremas-remas penuh birahi.
“Ohh.. Ergh..”, lenguh Vera di sela-sela ciuman panasnya.
Dengan beberapa gerakan, Vera meloloskan gaun tidurnya hingga terjatuh di lantai. Kini wanita itu hanya mengenakan Bra dan CD yang berwarna orange dan transparan itu. Aku terpaku sejenak mengagumi keindahan pemandangan tubuh Vera.
“Wowww.. Kamu.. Benar-benar seksi Mbak”, pujiku ,”Buah dada Mbak besar sekali”
“Hi-hi-hi.. Punya Lia kecil ya? Paling 34 A, iya kan? Nah coba tebak ukuran saya?”, tanyanya seraya memegang kedua buah melon di dadanya itu.
“36 B”, jawabku.
“Salah”
“36 C”.
“Masih salah, sudah lihat aja nih”, Vera membuka pengait Bra-nya, sehingga kedua buah montok itu serasa hampir mau jatuh. Ia membuka dan melempar bra orange itu kepadaku.
“Gila.. 36 D!”, kataku membaca ukuran yang tertera di bra itu.
“Boleh saya pegang Mbak?”, tanyaku basa-basi.
“Jangan cuma dipegang dong Mas, remas.. Dan kulum nih.. Putingnya”, kata Vera dengan gaya nakal bagaikan pereks jalanan.
Wanita itu menjatuhkan tubuh indahnya di atas sofa, aku memburunya dan segera menikmati kemontokan buah melonnya. Kuremas-remas dua buah dada montok itu, kemudian kuciumi dan terakhir kukulum puting susunya yang sebesar ibu jari dengan sekali-kali memainkannya di antara gigi-gigiku. Vera menggelinjang-gelinjang keenakan, napasnya semakin terdengar resah, berkali-kali ia mengeluarkan kata-kata jorok yang justru membuatku semakin bernafsu.
“Ngentot, enak banget Mas..” jeritnya, “Ayo Mas.. Saya sudah kepingin penetrasi nih!”.
Aku yang juga sudah sangat bernafsu segera menjawab keinginan Vera. Dengan bantuan Vera aku menelanjangi diriku sehingga tak tersisa satupun busana di tubuhku. Vera sangat gembira melihat ukuran penisku yang lumayan panjang dan besar itu.
“Ohh.. Besar juga ya..” jeritnya.
Ia benar-benar bertingkah bagaikan perek murahan, namun justru itu yang kusuka. Wanita itu segera membuka CD orange sebagai kain terakhir di tubuhnya. Kulihat daerah bukit kemaluannya yang ditumbuhi rambut-rambut liar, dengan segaris bibir membelah ditengah-tengahnya. Bibir yang merah dan basah, sangat basah. Ingin rasanya aku menikmati keindahan bibir kenikmatan Vera, namun ketika aku ingin melaksanakannya ia menampikku.
“Sudah, nanti saja, masih ada babak selanjutnya, sekarang ayo kita selesaikan babak pertama”.
Vera duduk mengangkang di atas sofa. Kedua kakinya dibuka lebar-lebar mempersilakan kepadaku untuk melakukan penetrasi kenikmatan sesungguhnya. Aku pun segera menyiapkan senjataku, mengarahkan ujung penisku tepat di depan liang vagina Vera dan perlahan tapi pasti menekannya masuk.
Sedikit-demi sedikit penisku tenggelam dalam kehangatan liang Vera yang basah dan nikmat. Ketika hampir seluruh batang penisku yang berukuran 20 cm itu memasuki vagina, aku mencabutnya kembali. Kemudian kembali memasukkannya perlahan.
“Enghh.. Gila kamu Mas, kalau begini sebentar saja saya puas”, jerit Vera keenakan.
“Tak apa Mbak, silahkan orgasme, kan masih ada babak selanjutnya”, tantangku. Kini kutambah rangsangan dengan meremas dan memilin puting susunya yang besar.
“Ohh.. Ohh.. Benar-benar enak Mas”, Vera memejamkan matanya.
Pada penetrasi kelima, Vera menjerit, “Sudah Mas, jangan tarik lagi, saya mau.. Mau.. Oh..!”
Dinding vagina Vera melejat-lejat seakan memijit batang penisku dalam kenikmatan birahi yang sedang direguknya.
“Oh.. Saya sudah sekali Mas”, katanya sambil menarik nafas.
“Mas mau puas dulu atau mau lanjut babak kedua?”, tanya Vera.
“Terserah Mbak”, kataku. Aku sih pasrah saja.
“Sini, saya emut saja dulu”.
“Hmm.. Boleh juga, Lia belum pernah oral dengan saya”, aku mencabut penisku dari dalam vagina Vera yang basah dan menyodorkannya ke Vera.
Wanita itu menjilati ujung penisku dengan lidahnya seakan membersihkannya dari cairan vaginanya sendiri, kemudian dengan sangat bernafsu ia memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Bibir seksi Vera terlihat menyedot-nyedot penisku seakan menyedot spermaku untuk keluar. Ia kemudian mengocok penisku dalam mulutnya hingga birahiku mencapai puncaknya.
“Oh.. Saya mau keluar nih, gimana?”, aku bingung apakah aku harus mengeluarkan spermaku ke dalam mulutnya atau mencabutnya.
Namun Vera hanya mengangguk dan terus mengocoknya pertanda ia tak keberatan jika aku memuntahkan spermaku ke dalam mulutnya.
Akhirnya aku mencapai orgasme dan memuntahkan semua spermaku ke dalam mulut Vera. Wanita itu tanpa segan-segan menelan seluruh spermaku. Sungguh lihai wanita ini memuaskan birahi laki-laki!
Kami duduk sebentar dan minum air dingin, kemudian Vera mengangkangkan kakinya kembali.
“Nah.. Sekarang babak kedua Mas, kalau mau jilat dulu silahkan, tapi utamakan yang ini ya”, Vera menunjuk ke arah klitorisnya yang agak besar.
“Oke Mbak, saya juga sudah biasa kok”, seruku.
Sejurus kemudian aku sudah berada di hadapan bibir kemaluan Vera yang baru saja aku nikmati. Sebelum kujilat terlebih dahulu kubelai bibir itu dari ujung bawah hingga klitoris. Kusingkap rambut-rambut kemaluannya yang menjalari bibir itu.
“Sudah gondrong nih Mbak”, seruku.
“Oh iya, habis mau dicukur percuma juga, enggak ada yang lihat dan jilat”, jawabnya nakal, “Besok pagi saya cukur deh, tapi janji malamnya Mas Aldi datang lagi ya..”.
“Oke.. Pokoknya setiap ada kesempatan saya siap menemani Mbak Vera”.
Aku kemudian asyik menjilati dan menciumi labium mayora dan minora Vera. Cairan vagina Vera sudah mulai mengalir kembali pertanda ia sudah terangsang kembali. Desahan Vera juga memperkuat tanda bahwa Vera menikmati permainan oralku. Dengan nakal aku memasukkan jari telunjuk dan tengahku ke dalam vaginanya dan kemudian mengobok-obok liang becek itu.
“Yes.. Asyik banget.. Say sudah siap babak kedua Mas”, seru Vera.
Aku sendiri sudah terangsang sejak melihat keindahan selangkangan Vera, jadi penisku sudah siap menunaikan tugas keduanya. Vera menungging di atas sofa.
“Sekarang doggy-style ya Mas..”
Aku sih iya saja, maklum.. Sama enaknya..
Sejurus kemudian kami sudah terlibat permainan babak kedua yang tak kalah seru dan panas dengan babak pertama, hanya kali ini aku memuntahkan sperma di dalam vaginanya.
Malam masih begitu panjang. Kami masih menikmati dua permainan lagi sebelum kelelahan dan mengantuk. Vera begitu bahagia, dan aku sendiri merasa puas dan lega. Mimpiku untuk menikmati tubuh montok tetanggaku terlaksana sudah. Bahkan kini setiap waktu jika Lia dinas ke luar kota maka Vera secara resmi menggantikan posisi Lia sebagai isteriku. Asyik juga. Namun sebagai imbalannya aku mencarikan dan menggaji pembantu rumah tangga di rumah Vera. Betapa bahagianya Vera dengan bantuanku itu, ia semakin sayang padaku dan berjanji akan melayaniku jauh lebih memuaskan dibanding pelayanan kepada suaminya.
Dari kejadian tersebut aku semakin menyadari kebenaran pepatah: “Rumput tetangga memang selalu terlihat lebih hijau”, atau bisa diganti dengan: “Vagina isteri tetangga selalu terasa lebih nikmat”.

Ngentot bibi lagi tidur

maaf kan aku bi




Kulihat bibi tidur tidak berselimut, karena biarpun kamar bibi memakai AC, tapi kelihatan AC-nya diatur agar tidak terlalu dingin. Posisi tidur bibi telentang dan bibi hanya memakai baju daster merah muda yang tipis.
Dasternya sudah terangkat sampai di atas perut, sehingga terlihat CD mini yang dikenakannya berwarna putih tipis, sehingga terlihat belahan kemaluan bibi yang ditutupi oleh rambut hitam halus kecoklat-coklatan.
Buah dada bibi yang tidak terlalu besar tapi padat itu terlihat samar-samar di balik dasternya yang tipis, naik turun dengan teratur.Walaupun dalam posisi telentang, tapi buah dada bibi terlihat mencuat ke atas dengan putingnya yang coklat muda kecil.
Melihat pemandangan yang menggairahkan itu aku benar-benar terangsang hebat. Dengan cepat kemaluanku langsung bereaksi menjadi keras dan berdiri dengan gagahnya, siap tempur.
Perlahan-lahan kuberjongkok di samping tempat tidur dan tanganku secara hati-hati kuletakkan dengan lembut pada belahan kemaluan bibi yang mungil itu yang masih ditutupi dengan CD. Perlahan-lahan tanganku mulai mengelus-elus kemaluan bibi dan juga bagian paha atasnya yang benar-benar licin putih mulus dan sangat merangsang.
Terlihat bibi agak bergeliat dan mulutnya agak tersenyum, mungkin bibi sedang mimpi, sedang becinta dengan paman. Aku melakukan kegiatanku dengan hati-hati takut bibi terbangun.
Perlahan-lahan kulihat bagian CD bibi yang menutupi kemaluannya mulai terlihat basah, rupanya bibi sudah mulai terangsang juga. Dari mulutnya terdengar suara mendesis perlahan dan badannya menggeliat-geliat perlahan-lahan.
Aku makin tersangsang melihat pemandangan itu.Cepat-cepat kubuka semua baju dan CD-ku, sehingga sekarang aku bertelanjang bulat. Penisku yang 15 cm itu telah berdiri kencang menganguk-angguk mencari mangsa. Dan aku membelai-belai buah dadanya, dia masih tetap tertidur saja. Aku tahu bahwa puting dan klitoris bibiku tempat paling suka dicumbui, aku tahu hal tersebut dari film-film bibiku.
Lalu tanganku yang satu mulai gerilya di daerah vaginanya. Kemudian perlahan-lahan aku menggunting CD mini bibi dengan gunting yang terdapat di sisi tempat tidur bibi.Sekarang kemaluan bibi terpampang dengan jelas tanpa ada penutup lagi. Perlahan-lahan kedua kaki bibi kutarik melebar, sehingga kedua pahanya terpentang. Dengan hati-hati aku naik ke atas tempat tidur dan bercongkok di atas bibi.
Kedua lututku melebar di samping pinggul bibi dan kuatur sedemikian rupa supaya tidak menyentuh pinggul bibi. Tangan kananku menekan pada kasur tempat tidur, tepat di samping tangan bibi, sehingga sekarang aku berada dalam posisi setengah merangkak di atas bibi.Tangan kiriku memegang batang penisku.
Perlahan-lahan kepala penisku kuletakkan pada belahan bibir kemaluan bibi yang telah basah itu. Kepala penisku yang besar itu kugosok-gosok dengan hati-hati pada bibir kemaluan bibi. Terdengar suara erangan perlahan dari mulut bibi dan badannya agak mengeliat, tapi matanya tetap tertutup.
Akhirnya kutekan perlahan-lahan kepala kemaluanku membelah bibir kemaluan bibi.Sekarang kepala kemaluanku terjepit di antara bibir kemaluan bibi. Dari mulut bibi tetap terdengar suara mendesis perlahan, akan tetapi badannya kelihatan mulai gelisah.
Aku tidak mau mengambil resiko, sebelum bibi sadar, aku sudah harus menaklukan kemaluan bibi dengan menempatkan posisi penisku di dalam lubang vagina bibi. Sebab itu segera kupastikan letak penisku agar tegak lurus pada kemaluan bibi.
Dengan bantuan tangan kiriku yang terus membimbing penisku, kutekan perlahan-lahan tapi pasti pinggulku ke bawah, sehingga kepala penisku mulai menerobos ke dalam lubang kemaluan bibi.Kelihatan sejenak kedua paha bibi bergerak melebar, seakan-akan menampung desakan penisku ke dalam lubang kemaluanku.
Badannya tiba-tiba bergetar menggeliat dan kedua matanya mendadak terbuka, terbelalak bingung, memandangku yang sedang bertumpu di atasnya. Mulutnya terbuka seakan-akan siap untuk berteriak. Dengan cepat tangan kiriku yang sedang memegang penisku kulepaskan dan buru-buru kudekap mulut bibi agar jangan berteriak.
Karena gerakanku yang tiba-tiba itu, posisi berat badanku tidak dapat kujaga lagi, akibatnya seluruh berat pantatku langsung menekan ke bawah, sehingga tidak dapat dicegah lagi penisku menerobos masuk ke dalam lubang kemaluan bibi dengan cepat.
Badan bibi tersentak ke atas dan kedua pahanya mencoba untuk dirapatkan, sedangkan kedua tangannya otomatis mendorong ke atas, menolak dadaku. Dari mulutnya keluar suara jeritan, tapi tertahan oleh bekapan tangan kiriku.”Aauuhhmm.. aauuhhmm.. hhmm..!” desahnya tidak jelas.Kemudian badannya mengeliat-geliat dengan hebat, kelihatan bibi sangat kaget dan mungkin juga kesakitan akibat penisku yang besar menerobos masuk ke dalam kemaluannya dengan tiba-tiba.
Meskipun bibi merontak-rontak, akan tetapi bagian pinggulnya tidak dapat bergeser karena tertekan oleh pinggulku dengan rapat. Karena gerakan-gerakan bibi dengan kedua kaki bibi yang meronta-ronta itu, penisku yang telah terbenam di dalam vagina bibi terasa dipelintir-pelintir dan seakan-akan dipijit-pijit oleh otot-otot dalam vagina bibi.
Hal ini menimbulkan kenikmatan yang sukar dilukiskan.Karena sudah kepalang tanggung, maka tangan kananku yang tadinya bertumpu pada tempat tidur kulepaskan. Sekarang seluruh badanku menekan dengan rapat ke atas badan bibi, kepalaku kuletakkan di samping kepala bibi sambil berbisik kekuping bibi.”Bii.., bii.., ini aku Eric. Tenang bii.., sshheett.., shhett..!” bisikku.
Bibi masih mencoba melepaskan diri, tapi tidak kuasa karena badannya yang mungil itu teperangkap di bawah tubuhku. Sambil tetap mendekap mulut bibi, aku menjilat-jilat kuping bibi dan pinggulku secara perlahan-lahan mulai kugerakkan naik turun dengan teratur.
Perlahan-lahan badan bibi yang tadinya tegang mulai melemah.Kubisikan lagi ke kuping bibi, “Bii.., tanganku akan kulepaskan dari mulut bibi, asal bibi janji jangan berteriak yaa..?”Perlahan-lahan tanganku kulepaskan dari mulut bibi.Kemudian Bibi berkata,
“Riic.., apa yang kau perbuat ini..? Kamu telah memperkosa Bibi..!”Aku diam saja, tidak menjawab apa-apa, hanya gerakan pinggulku makin kupercepat dan tanganku mulai memijit-mijit buah dada bibi, terutama pada bagian putingnya yang sudah sangat mengeras.
Rupanya meskipun wajah bibi masih menunjukkan perasaan marah, akan tetapi reaksi badannya tidak dapat menyembunyikan perasaannya yang sudah mulai terangsang itu. Melihat keadaan bibi ini, tempo permainanku kutingkatkan lagi.Akhirnya dari mulut bibi terdengar suara,
“Oohh.., oohh.., sshh.., sshh.., eemm.., eemm.., Riicc.., Riicc..!”Dengan masih melanjutkan gerakan pinggulku, perlahan-lahan kedua tanganku bertumpu pada tempat tidur, sehingga aku sekarang dalam posisi setengah bangun, seperti orang yang sedang melakukan push-up.Dalam posisi ini, penisku menghujam kemaluan bibi dengan bebas, melakukan serangan-serangan langsung ke dalam lubang kemaluan bibi.
Kepalaku tepat berada di atas kepala bibi yang tergolek di atas kasur. Kedua mataku menatap ke bawah ke dalam mata bibi yang sedang meram melek dengan sayu. Dari mulutnya tetap terdengar suara mendesis-desis. Selang sejenak setelah merasa pasti bahwa bibi telah dapat kutaklukan, aku berhenti dengan kegiatanku.
Setelah mencabut penisku dari dalam kemaluan bibi, aku berbaring setengah tidur di samping bibi. Sebelah tanganku mengelus-elus buah dada bibi terutama pada bagian putingnya.
“Eehh.., Ric.., kenapa kau lakukan ini kepada bibimu..!” katanya.Sebelum menjawab aku menarik badan bibi menghadapku dan memeluk badan mungilnya dengan hati-hati, tapi lengket ketat ke badan. Bibirku mencari bibinya, dan dengan gemas kulumat habis. Woowww..! Sekarang bibi menyambut ciumanku dan lidahnya ikut aktif menyambut lidahku yang menari-nari di mulutnya.
Selang sejenak kuhentikan ciumanku itu.Sambil memandang langsung ke dalam kedua matanya dengan mesra, aku berkata, “Bii.. sebenarnya aku sangat sayang sekali sama Bibi, Bibi sangat cantik lagi ayu..!”Sambil berkata itu kucium lagi bibirnya selintas dan melanjutkan perkataanku, “Setiaap kali melihat Bibi bermesrahan dengan Paman, aku kok merasa sangat cemburu, seakan-akan Bibi adalah milikku, jadi Bibi jangan marah yaa kepadaku, ini kulakukan karena tidak bisa menahan diri ingin memiliki Bibi seutuhnya.
“Selesai berkata itu aku menciumnya dengan mesra dan dengan tidak tergesa-gesa.Ciumanku kali ini sangat panjang, seakan-akan ingin menghirup napasnya dan belahan jiwanya masuk ke dalam diriku. Ini kulakukan dengan perasaan cinta kasih yang setulus-tulusnya.
Rupanya bibi dapat juga merasakan perasaan sayangku padanya, sehingga pelukan dan ciumanku itu dibalasnya dengan tidak kalah mesra juga.Beberapa lama kemudian aku menghentikan ciumanku dan aku pun berbaring telentang di samping bibi, sehingga bibi dapat melihat keseluruhan badanku yang telanjang itu.
”Iih.., gede banget barang kamu Ricc..! Itu sebabnya tadi Bibi merasa sangat penuh dalam badan Bibi.” katanya, mungkin punyaku lebih besar dari punya paman.
Lalu aku mulai memeluknya kembali dan mulai menciumnya. Ciumanku mulai dari mulutnya turun ke leher dan terus kedua buah dadanya yang tidak terlalu besar tapi padat itu. Pada bagian ini mulutku melumat-lumat dan menghisap-hisap kedua buah dadanya, terutama pada kedua ujung putingnya berganti-ganti, kiri dan kanan.
Sementara aksiku sedang berlangsung, badan bibi menggeliat-geliat kenikmatan. Dari mulutnya terdengar suara mendesis-desis tidak hentinya. Aksiku kuteruskan ke bawah, turun ke perutnya yang ramping, datar dan mulus.
Maklum, bibi belum pernah melahirkan. Bermain-main sebentar disini kemudian turun makin ke bawah, menuju sasaran utama yang terletak pada lembah di antara kedua paha yang putih mulus itu.Pada bagian kemaluan bibi, mulutku dengan cepat menempel ketat pada kedua bibir kemaluannya dan lidahku bermain-main ke dalam lubang vaginanya.
Mencari-cari dan akhirnya menyapu serta menjilat gundukan daging kecil pada bagian atas lubang kemaluannya. Segera terasa badan bibi bergetar dengan hebat dan kedua tangannya mencengkeram kepadaku, menekan ke bawah disertai kedua pahanya yang menegang dengan kuat.Keluhan panjang keluar dari mulutnya,
“Oohh.., Riic.., oohh.. eunaakk.. Riic..!”Sambil masih terus dengan kegiatanku itu, perlahan-lahan kutempatkan posisi badan sehingga bagian pinggulku berada sejajar dengan kepala bibi dan dengan setengah berjongkok.
Posisi batang kemaluanku persis berada di depan kepala bibi. Rupanya bibi maklum akan keinginanku itu, karena terasa batang kemaluanku dipegang oleh tangan bibi dan ditarik ke bawah. Kini terasa kepala penis menerobos masuk di antara daging empuk yang hangat.
Ketika ujung lidah bibi mulai bermain-main di seputar kepala penisku, suatu perasaan nikmat tiba-tiba menjalar dari bawah terus naik ke seluru badanku, sehingga dengan tidak terasa keluar erangan kenikmatan dari mulutku.Dengan posisi 69 ini kami terus bercumbu, saling hisap-mengisap, jilat-menjilat seakan-akan berlomba-lomba ingin memberikan kepuasan pada satu sama lain.
Beberapa saat kemudian aku menghentikan kegiatanku dan berbaring telentang di samping bibi. Kemudian sambil telentang aku menarik bibi ke atasku, sehingga sekarang bibi tidur tertelungkup di atasku. Badan bibi dengan pelan kudorong agak ke bawah dan kedua paha bibi kupentangkan.
Kedua lututku dan pantatku agak kunaikkan ke atas, sehingga dengan terasa penisku yang panjang dan masih sangat tegang itu langsung terjepit di antara kedua bibir kemaluan bibi.Dengan suatu tekanan oleh tanganku pada pantat bibi dan sentakan ke atas pantatku, maka penisku langsung menerobos masuk ke dalam lubang kemaluan bibi. Amblas semua batangku.
“Aahh..!” terdengar keluhan panjang kenikmatan keluar dari mulut bibi.Aku segera menggoyang pinggulku dengan cepat karena kelihatan bahwa bibi sudah mau klimaks. Bibi tambah semangat juga ikut mengimbangi dengan menggoyang pantatnya dan menggeliat-geliat di atasku.
Kulihat wajahnya yang cantik, matanya setengah terpejam dan rambutnya yang panjang tergerai, sedang kedua buah dadanya yang kecil padat itu bergoyang-goyang di atasku.Ketika kulihat pada cermin besar di lemari, kelihatan pinggul bibi yang sedang berayun-ayun di atasku.
Batang penisku yang besar sebentar terlihat sebentar hilang ketika bibi bergerak naik turun di atasku. Hal ini membuatku jadi makin terangsang. Tiba-tiba sesuatu mendesak dari dalam penisku mencari jalan keluar, hal ini menimbulkan suatu perasaan nikmat pada seluruh badanku.
Kemudian air maniku tanpa dapat ditahan menyemprot dengan keras ke dalam lubang vagina bibi, yang pada saat bersamaan pula terasa berdenyut-denyut dengan kencangnya disertai badannya yang berada di atasku bergetar dengan hebat dan terlonjak-lonjak. Kedua tangannya mendekap badanku dengan keras.
Pada saat bersamaan kami berdua mengalami orgasme dengan dasyat. Akhirnya bibi tertelungkup di atas badanku dengan lemas sambil dari mulut bibi terlihat senyuman puas.”Riic.., terima kasih Ric. Kau telah memberikan Bibi kepuasan sejati..!”Setelah beristirahat, kemudian kami bersama-sama ke kamar mandi dan saling membersihkan diri satu sama lain.
Sementara mandi, kami berpelukan dan berciuman disertai kedua tangan kami yang saling mengelus-elus dan memijit-mijit satu sama lain, sehingga dengan cepat nafsu kami terbangkit lagi. Dengan setengah membopong badan bibi yang mungil itu dan kedua tangan bibi menggelantung pada leherku, kedua kaki bibi kuangkat ke atas melingkar pada pinggangku dan dengan menempatkan satu tangan pada pantat bibi dan menekan, penisku yang sudah tegang lagi menerobos ke dalam lubang kemaluan bibi.
“Aaughh.. oohh.. oohh..!” terdengar rintihan bibi sementara aku menggerakan-gerakan pantatku maju-mundur sambil menekan ke atas.Dalam posisi ini, dimana berat badan bibi sepenuhnya tertumpu pada kemaluannya yang sedang terganjel oleh penisku, maka dengan cepat bibi mencapai klimaks.”Aaduhh.. Riic.. Biibii.. maa.. maa.. uu.. keluuar.. Riic..!” dengan keluhan panjang disertai badannya yang mengejang,
bibi mencapai orgasme, dan selang sejenak terkulai lemas dalam gendonganku.Dengan penisku masih berada di dalam lubang kemaluan bibi, aku terus membopongnya. Aku membawa bibi ke tempat tidur. Dalam keadaan tubuh yang masih basah kugenjot bibi yang telah lemas dengan sangat bernafsu, sampai aku orgasme sambil menekan kuat-kuat pantatku.
Kupeluk badan bibi erat-erat sambil merasakan air maniku menyemprot-nyemprot, tumpah dengan deras ke dalam lubang kemaluan bibi, mengisi segenap relung-relung di dalamnya.

Mbak Ida Istri Pelayar



Mbak Ida Istri Pelayar



Suatu hari pada awal bulan juni 2017, aku sudah merasa agak familiar dengan apa yang namanya kota Surabaya soalnya aku sudah 2 bulan berada di Surabaya. Aku emang agak lambat untuk mengenal lingkungan karena aku lebih suka berada di kamar sendirian.

Suatu sore ketika aku sedang di Delta plaza buat beli beberapa kebutuhan sehari-hariku dan kebutuhan mandi. Saat itu aku memasuki plaza itu dengan santainya karena aku memang tidak terburu-buru, dan aku memasuki salah satu swalayan disitu dan memilih-milih barang kebutuhanku, dan setelah selesai aku pergi ke kasir dan antri disitu.. Dan emang lumayan panjang antriannya karena malam minggu.

Karena agak bosan antri maka aku tengok kanan kiri dan depan belakang kayak orang kampung. Ketika kuperhatiin di depanku ternyata seorang ibu-ibu yang membawa banyak belanjaan di keranjang belanjanya, dan nampaknya dia agak keberatan. Ketika kuperhatiin lebih lanjut ternyata dia lumayan menarik walaupun badannya agak over weight. Dari wajahnya kuperkirakan sekitar umur 35 tahun, tingginya sekitar 158 dan beratnya sekitar 65 kg. Kuperhatiin payudaranya sekitar 34C wah? Gede banget? Sampai terbayang pikiran kotor di otakku yang emang ngeres. Posisi dia yang berdiri agak menyamping jadi aku bisa puas memandanginya dari samping dan ketika dia menengokku (mungkin merasa di perhatiin) dan matanya bentrok dengan mataku dan dia tersenyum padaku hingga aku agak malu karena kepergok memandanginya sebegitu detail.

Pada saat giliran wanita di depanku dia mengangkat barang-barang belanjaannya dan salah satu barang belanjaannya jatuh secara otomatis aku menangkapnya dan ternyata dia juga berusaha menangkap barang tersebut sehingga walaupun barang itu terpegang olehku ternyata terpegang juga oleh tangannya sehingga kami seolah-olah bergandengan tangan.

"Maaf Mbak," kataku agak malu karena menyentuh tangannya yang halus dan hangat itu.
"Enggak apa-apa kok Dik, terima kasih telah membantu menangkap belanjaan saya yang jatuh" jawabnya sambil tersenyum.

Kemudian dia melanjutkan aktifitasnya dengan kasir, setelah selesai semua dia keluar dan menoleh kepadaku sambil menganggukan kepalanya kepadaku dan bibirnya tersenuym manis. Dan akupun menganggukkan kepala sambil tersenyum.

Setelah selesai belanja kemudian aku jalan agak santai menuju pintu keluar, ternyata di loby wanita itu masih berada di loby tersebut dan disampingnya banyak belanjaannya, kemudian aku lewat di depannya dengan cueknya dan pura-pura nggak mengenalinya.

"Ech, Dik" kata wanita itu sambil mengejarku.
"Iya Mbak, ada apa.. Ech.. Ini Mbak yang tadi yaa" kataku.
"Iya Dik, adik mau Bantu Mbak nggak Dik" tanya wanita itu.
"Kalau saya bisa membantu Mbak dengan senang hati saya Bantu Mbak. Och ya, nama saya Dony.." kataku sambil mengulurkan tanyaku.
"Saya Ida," kata wanita itu sambil mengulurkan tangannya.
"Apakah yang bisa saya Bantu Mbak" tanyaku.
"Itu, barang-barang Mbak kan banyak jadi bingung bawanya ke mobil Mbak, jadi kalau bisa minta tolong ama Dik Dony buat bantuin Mbak angkat barang-barang Mbak ke mobil. Itupun kalau Dik Dony enggak keberatan" kata wanita itu sambil tersenyum tetapi tatapannya penuh permohonan.
"Oh, gitu, kalau cuma gitu sih gampang soalnya barang-barang saya cuma dikit jadi enggak masalah kalau cuma Bantu Mbak" jawabku sambil mendekati barang belanjaan Mbak Ida.
"Terima kasih sebelumnya lho Dik Dony, Mbak telah merepotkan" kata Mbak Ida agak kurang enak.
"Enggak apa-apa kok Mbak biasa. O.. Ya.. Mobil Mbak di sebelah mana" tanyaku.
"Disana itu" kata Mbak Ida sambil menunjuk mobil Suzuki baleno warna hitam metalik.

Kemudian kami jalan bareng menuju ke mobil tersebut dan aku mengakat barang-barang belanjaan mabk Ida, lumayan berat sih, tapi demi Mbak yang menarik ini aku mau. Setelah meletakkan seluruh barang belanjaan Mbak Ida kemudian aku pamit pergi.

"Terima kasih lho Dik Dony, telah bantuin Mbak. O.. Ya. Dik Dony rumahnya dimana" tanya Mbak Ida.
"Rumah saya di jl. M" jawabku pendek sambil memandang tubuh Mbak Ida yang sexy itu.
"Kalau gitu kita barengan aja pulangnya, soalnya Mbak rumah di perumahan G jadi kan dekat" ajak Mbak Ida.
"Enggak usah Mbak ntar ngrepotin Mbak ajak" tolakku dengan halus.
"Gak ngrepotin kok, Mbak malah senang kalau Dik Dony mau bareng ama Mbak soalnya jadi ada yang diajak ngobrol waktu nyetir" katanya sambil memintaku masuk ke mobil.

Kemudian aku masuk dan setelah dijalan kami mengobrol banyak, ternyata Mbak Ida sudah punya suami dan seorang anak laki-laki berumur 4 tahun. Dia cerita bahwa suaminya seorang pelayar jadi pulangnya 6 bulan sekali bahkan terkadang setahun sekali dan dia tinggal dirumah dengan anak dan pembantunya.

"Mampir ke rumah Mbak dulu ya Dik Dony, nanti biar Mbak anterin Dik Dony kalau sudah bawa barang-barang kerumah" kata Mbak Ida dan aku hanya mengangguk.

Ketika memasuki gerbang rumahnya dan kulihat sebuah rumah yang sangat mewah. Dan akupun membawa barang-barang Mbak Ida ke dalam rumahnya, kemudian aku dipersilahkan duduk di ruang tamu.

"Dik Dony mau minum apa" tanya Mbak Ida.
"Enggak usah Mbak, lagian bentar lagi kan saya pulang" jawabku.
"Minum dulu deh sambil kita ngobrol, Mbak sudah lama nggak ada teman ngobrol. Mau susu dingin" tanya Mbak Ida.
"Boleh" jawabku singkat.
"Sambil nunggu minuman Dik Dony nonton aja dulu" katanya Mbak Ida sambil mengambil remote TV dan menyerahkannya padaku dan kemudian dia pergi kebelakang untuk mengambil minum buatku.

Ketika kuhidupkan TV ternyata otomatis ke dvd dan filmnya ternyata film semi porno. Cuek aja aku nonton, enggak kusadari ternyata Mbak Ida lama mengambil minuman dan akupun asyik nonton film semi porno tersebut.

"Suka nonton gituan ya Dik," tanya Mbak Ida mendadak sudah berada dibelakangku.

Aku tersentak kaget dan malu, lalu kumatiin TV-nya. Kulihat Mbak Ida sudah ganti pakaiannya, sekarang mabk Ida memakai celana pendek dan you can see. Sehingga nampak pahanya yang putih mulus dan ternyata dia tIdak memakai bra sehingga nampak putingnya membayang di balik you can see nya tersebut.

"Ech, enggak usah di matiin, Dik Dony kan sudah besar ngapain malu nonton gituan. Mbak juga suka kok nonton film gituan jadi baiknya kita ngobrol sambil nonton bareng" kata Mbak Ida.

Lalu kuhidupkan lagi TV tersebut dan kami mengobrol sambil nonton film tersebut, ketika kuperhatiin ternyata nafas Mbak Ida nampak nggak teratur, nampaknya Mbak Ida sudah menahan hornynya. Dan Mbak Ida merapat ketubuhku sambil tangannya meremas tanganku. Kemudian dia berusaha menciumku dan aku berusaha menghindar.

"Jangan Mbak" kataku.
"Kenapa Dik, apa Mbak sudah terlalu tua sehingga nggak menarik lagi buat Dik Dony" kata Mbak Ida.
"Bukan gitu Mbak, Mbak sih cantik dan sexy, lelaki mana seh yang enggak tertarik ama Mbak. Tapi kan Mbak sudah punya suami dan nanti kalau di lihat ama pembantu Mbak kan enggak enak," jawabku.
"Ah.. Suami Mbak sudah 8 bulan nggak pulang sehingga Mbak kesepian, Dik Dony mau kan nolong Mbak buat ilangin kesepian Mbak. Sedangkan pembantu Mbak sedang dilantai atas main-main ama anak Mbak" kata Mbak Ida.

Tanpa menjawab kubalas ciuman Mbak Ida dengan lembut dan tanganku mulai bermain dibalik baju Mbak Ida sehingga tanganku bisa meremas-remas lembut payudara Mbak Ida yang besar dan sexy tersebut. Nafas Mbak Ida semakin nggak beraturan dan mulutnya mulai mendesis-desis ketika lIdahku sudah bermain di bagian leher dan telinga Mbak Ida.

"Kita ke kamar Mbak yuk" kata Mbak Ida.

Kemudian kami berjalan menuju kamar Mbak Ida. Sesampai di kamar Mbak Ida, Mbak Ida langsung menerkamku dan menciumiku, dan akupun nggak kalah sigapnya. Kuciumi seluhur leher Mbak Ida dan telinganya dan tak lupa lIdahku bermain di leher dan telinganya sedangkan tanganku meremas, mengelus payudara Mbak Ida dan semakin kebawah.

Kemudian kubuka baju Mbak Ida, wah.. ternyata tubuhnya sangat sexy dengan sepasang payudara yang besar berukuran 34 C dan masih kencang dan nggak nampak kalau Mbak Ida pernah melahirkan seorang anak. Payudaranya yang mengacung ke atas dengan sepasang puting yang berwarna merah kehitaman. Kemudian kuciumin payudara Mbak Ida, kuisap putingnya dan kugigit-gigit kecil sehingga Mbak Ida mengluh dan mendesis menahan nikmatnya kenikmatan yang kuberikan.

Kemudian setelah puas dengan payuadaranya kemudian kubuka celana pendek Mbak Ida, dan nampaklah sebuah lebah mungil yang indah dan ditumbuhi dengan bulu-bulu yang hitam dan halus. Kucium lembah tersebut sampai Mbak Ida tersentak kaget, aku nggak peduli, kemudian kujilati klitorisnya yang berwarna hitam kemerah-merahan. Mbak Ida menjerit-jerit menahan kenikmatan dan tak lama kemudian air mani Mbak Ida membanjir keuluar dari dalam liang vaginanya. Mbak Ida terkulai lemas.

"Apa yang kamu lakukan sayang. Suami Mbak nggak pernah memperlakukan Mbak seperti ini. Dik Dony emang luar biasa" kata Mbak Ida.

Kemudian aku melanjutkan lagi kegitatan lIdahku di sekitar leher dan telinga sedangkan kedua tanganku berada di kedua payudara Mbak Ida yang sangat sexy itu. Mbak Ida mulai menggeliat-geliatkan tubuhnya karena menahan kenikmatan yang tIdak tertahankan olehnya. Tangan Mbak Ida merengut bajuku hingga lepas dan kemudian membuka celana panjangku sehingga aku hanya memakai celana dalam saja. Mr P ku yang sudah tegang nongol dari celana dalamku karena emang Mr P-ku kalau sedang tegang selalu nongol dari balik celana dalam karena celana dalamku nggak muat buat menampung besar dan panjangnya Mr P-ku. Mbak Ida terbelalak melihat Mr P-ku yang nongol dari balik celana dalamku dan kemudian dia membuka celana dalamku sehingga rudal andalanku ngacung di depan mata Mbak Ida yang memandangnya dengan bengong.

"Wah.. kok besar banget Dik Dony, punya suami Mbak aja enggak sebesar ini dan jauh lebih kceil" kata Mbak Ida sambil mengelus Mr. P ku.

Kemudian lIdahku sudah bermain di payudara Mbak Ida dan Mbak Ida sudah menjerit-jerit keenakan dan tangannya mengocok-kocok rudalku. Kemudian aku mulai alihkan perhatianku ke Vagina Mbak Ida dan kujilati vagina Mbak Ida sehingga Mbak Ida seperti kejang-kejang menerima serangan lIdahku pada vaginanya. Kumasukkan lIdahku ke liang vagina Mbak Ida yang sudah banjir kembali itu.

"Sudah donk sayang, jangan siksa Mbak. Cepat masukan punyamu sayang" kata Mbak Ida memohoin karena sudah nggak tahan menahan rangsangan yang kuberikan.

Tanpa perintah dua kali kemudian kuarahkan rudahku ke liang vagina Mbak Ida, ternyata nggak bisa masuk, lalu ku gesek-gesekan kepala rudalku buat penetrasi supaya rudalku bisa masuk ke liang kemaluan Mbak Ida. Setelah kurasakan cukup penetrasinya kemudian kumasukan rudalku ke liang senggamanya. Kepala rudalku sudah masuk ke liang vaginanya ketika kucoba buat masukkan semuanya ternta nggak bisa masuk karena liang vagina Mbak Ida sangat sempit buat rudalku yang berukuran 17 cm dan berdiameter 4 cm.

Lalu kukeluar masukan perlahan-lahan ke[ala rudalku dan kemudian kutekan agak paksa rudalku supaya masuk ke dalam liang vagina Mbak Ida. Kulihat wajah Mbak Ida meringis aku jadi nggak tega maka kuhentikan gerakan rudalku dan mulutku mulai beraksi lagi di seputar dada Mbak Ida sehingga Mbak Ida mendesah-desah keras. Lalu kucoba memasukan rudalku dan ternyata bisa masuk ¾ bagian dan kemudian kugerakan keluar masuk dan itu ternyata mebuat Mbak Ida kelimpungan dan mulutnya menjerit-jerit nikamat dan kepalanya di geleng-gelengkan kekiri dan ke kanan sedangkan tangannya mencengkeram pinggiran kasur.

Lalu ketekan rudalku lebih keras hingga amblas ke liang vagina Mbak Ida dan sampai menyentuh dinding rahim Mbak Ida. Kemudian ku gerakan keluar masuk di liang vagina Mbak Ida, Mbak Ida berteriak-teaik keras ketika ku gerak-grwakkan rudalku dengan cepat dan tak lama kemudian kurasakan ada jepitan yang keras dari liang vagina Mbak Ida dan tubuh Mbak Ida mengejang dan terasalah semburan hangat pada kepala rudalku dari liang vagina Mbak Ida. Mbak Ida terkulai lemas setelah menikmati orgasmenya tersebut. Tanpa kucabut rudalku dari liang vagina Mbak Ida kemudian ku pelutk tubuh Mbak Ida yang montok dan kucium keningnya.

"Hebat kamu Dik, aku baru sekali ini menikmati kenikmatan yang luar biasa" kata Mbak Ida sambil memandangku dengan kagum, karena aku belom keluar keringat sedikitpun.

Setelah kurasakan Mbak Ida sudah agak pulih nafasnya kemudian ke genjot lagi rudalku dIdalam vagina Mbak Ida. Dan itu berlalu sampai ronde yang ke delapan dengan berbagai gaya yang kami lakukan.

"Kok belum keluar juga sayang, Mbak sudah lemas nih, tolong donk Mbak sudah enggak kuat neh" kata Mbak Ida memintaku buat mengakhiri permainanku.

Tanpa menjawab ku genjot lagi rudalku ke liang vagina Mbak Ida, Mbak Ida hanya bisa menjerit-jerit keenakan saja sambil menggeleng-gelengkan kepala karena sdudah lemas tubuhnya sehingga gerakkannya terbatas.

"Mbak mau keluar lagi nih sayang" kata Mbak Ida.
"Barengan yuk Mbak. Dony juga sudah mau keluar nih. Keluarin dimana" tanyaku sambil menahan nafas karena sudah menahan seluruh cairanku mengalir menuju rudalku.
"Didalam saja" kata Mbak Ida sambil menggoyang-goyangkan pantatnya

Kemudian ku genjot keluar masuk rudalku dengan cepat.

"Oughh.. lebih cepat sayang. Mbak sudah mau keluar nih" kata Mbak Ida sambil tubuhnya tegang siap-siap merasakan orgasme yang ke sembilannya.

Kemudian kurasakan liang vaginanya menyempit dan menjepit rudalku sehingga tak tertahankan lagi membanjir keluar seluruh cairan dari dalam tubuhku ke dalam liang vagina Mbak Ida.

"Ouaghh.." jerit Mbak Ida keras, sambil kurasakan ada semprotan hangat di kepala rudalku dari liang vagina Mbak Ida sehingga liang Mbak Ida banjir dengan air mani kami berdua.

Setelah agak lama kemudian kucabut rudalku dari liang vagina Mbak Ida. Lalu kepeluk tubuh Mbak Ida dan kucium jIdatnya dan kemudian aku berbaring disisi Mbak Ida untuk mengatur nafasku yang tak beraturan.

Setelah mandi bareng (satu ronde lagi di kamar mandi) kemudian kami berpakain dan menuju ke ruang tamu.

"Kamu panggil aja Mbak dengan nama Mbak lagian umur kita kan enggak beda jauh" kata Mbak Ida sambil mencium pipiku.
"Iya Mbak. Aku sudah 25 tahun nih" kataku.
"Kamu besok-besok masih mau kan main ama aku" kata Mbak Ida memulai biar lebih akrab.
"Tentu saja sayang. Siapa sih yang enggak mau ama tubuh sexy dan wajah yang manis seperti ini. Emang Ida nggak takut ketauan" kataku.
"Enggak donk. Orang disni sepi banget lagian anakku tidur di kamarnya sendiri jadi ada apa-apa di kamarku kan enggak bakal ketauan" kata Ida sambil mengedipkan mata.
"Oke deh. Kalau begitu aku pulang ke kostku dulu yaa" kataku sambil berdiri.
"Bentar. Kuantar kamu pulang" kata Mbak Ida sambil pergi mengambil kuci mobilnya.


Begitulah sampai sekarang aku hampir tiap malam kerumah Mbak Ida buat memuaskan nafsu Mbak Ida yang lama nggak tersalurkan. Akupun sampai-sampai hampir nggak sempat mengunjungi pacarku.

ngentot mbak mirna pembantu ku yang janda

mbak mirna pembantu harian ku


Aku tinggal seorang diri di rumah dinas kecil dan asri semi permanen di sekitar kebun. Untuk keperluan bersih-bersih rumah dan mencuci pakaian aku mempekerjakan seorang pembantu harian, mbak Mirna.
Wanita ini berusiar 44 tahun, hitam manis, tinggi skitar 160 dan tubuhnya sedikit gempal. Mbak Mirna berasal dari Solo, dia menikah dan ikut suami yang bekerja di perkebunan ini. 5 tahun yg lalu suaminya wafat dan meninggalkan seorang balita perempuan berumur 5 tahun. Mbak Mirna mengontrak rumah kecil di desa sekitar perkebunan bersama ibu mertuanya yg sdh tua.
5 bulan mbak Mirna melayani keperluanku dengan baik, meski agak pendiam dan memang kami jarang bertemu kecuali di akhir pekan. Gaji yang aku berikan sebenarnya diatas pasaran, tetapi mungkin karena besarnya kebutuhan beliau sesekali meminjam uang dariku. Belakangan mbak Mirna meminjam uang lebih besar dari biasanya, setelah aku tanya dengan detail akhirnya dia mengakui telah terjebak rentenir akibat kebiasanya membeli togel dan arisan.
 Tidak mengherankan, hanya beberapa bulan berlalu mbak Mirna telah meminjam uangku lebih dari 2 jt, dan pada usahanya meminjam terakhir aku menolaknya dengan halus.
Pagi itu dia sangat bingung dan panik, dengan meneteskan air mata beliau mencoba terus memohon utk memberinya pinjaman sekitar 1,5 jt utk menutupi tuntutan hutang dari bandar judi togel di desa.
Aku kembali menolak dengan tegas, dan mbak Mirna terus terisak.
Aku memperhatikan wanita paruh baya ini dgn seksama, wajahnya seperti kbanyakan wanita jawa pada umumnya,tdk cantik tp aku akui masih terlihat lebih muda dari umurnya. Dan sebenarnya selama ini juga aku sesekali melirik tubuh bawahnya yg msh kencang dan bahenol walau pikiran kotorku tdk melangkah lebih jauh.
Semalam, aku dan beberapa temanku sempat iseng nonton film blue sambil makan sate kambing dari warung makan Pak Kirun di ujung desa dan minum beberapa botol anker bir.
Pagi itu terasa akumulasinya. Kesadaranku belum begitu pulih.
Aku mencoba menepis pikiran itu, bagaimanapun itu bukan diriku yang sebenarnya. Mbak Mirna juga jauh dari tipe wanita yg aku inginkan. Terlebih aku takut dengan akibat yg bisa saja terjadi. Bagaimana kalau dikemudian hari kenekatanku akan berbalik menjadi bencana utk diriku dan karir.
Pikiranku masih silih berganti antara pertimbangan kotor dan waras. Mbak Mirna masih duduk bersimpuh di depanku sambil melelehkan air mata. Ruangan menjadi sunyi. Well, aku tidak mungkin tega menolak permohonanya, tapi setidaknya dia harus belajar utk berfikir panjang.
“Jangan duduk di lantai mbak, dikursi aja, saya jadi gak enak” aku memulai bicara.
“Nggih Den..”
Dia bangkit untuk berdiri,bagian bawah pada daster lusuh itu sedikit tersingkap ketika dia berdiri, ada bagian yg tidak sengaja menyangkut pada tonjolan kepala peniti pada kancing terbawahnya,sebagian pahanya yang besar dan lututnya terkuak dihadapanku beberapa detik. Buru2 dia menariknya kebawah begitu tersadar. Pikiranku kembali kacau.
“Hmm…bingung saya mbak..”Jawabku, kepalaku masih terasa pusing hasil minum2 semalam, aku menekan sisi kiri kepalaku.
“Kenapa den, pusing?” Tanya mbak Mirna.
“Iyah, semalem begadang sm temen2..” Jawabku.
“Mbak ambilin aer putih sebentar..”Serunya sambil segera berlalu ke dapur.
Sekelebat aku masih sempat melihatnya melangkah pelan, setan makin kuat mempermainkan pikiranku. Bongkahan pantat itu bergoyang2 dibalik daster, mungkin pakaian dalamnya sdh sempit, dan bayangan tentang pahanya yg td sempat terlihat itu makin menggangguku.
“Makasih mbak” ujarku ketika menerima segelas air putih dan meminumnya perlahan.
Mbak Mirna masih berdiri di depanku, menungguku selesai minum. Aku menyumpahinya dalam hati, melihat tubuhnya lebih dekat seperti itu pikiranku makin terpuruk.
“Duduk aja mbak, santai aja, kita bicarain dengan tenang ” ujarku.
“Iya den..” Jawabnya pelan.
“Gak kebanyakan mbak mo minjem segitu?, terus terang saya keberatan, kayaknya yg kemaren2 sudah cukup..” Ujarku memulai kembali pembicaraan.
“Sebenernya utangnya sejuta tuju ratus den, tapi mbak nambain pake simpenan dirumah, tolong banget den, mbak sebenernya malu banget tp kepaksa..”Jawabnya dengan suara lirih.
“Waduh..”Jawabku terputus.
Aku kembali terdiam, kepalaku masih terasa pusing. Aku menatap pemandangan luar dari jendela. Sebenarnya tidak jadi soal utk soal jumlah uangnya, cuma sisi gelapku masih mencoba meyakinkanku utk mengambil kesempatan.
Mbak Mirna menatap ke lantai, pikiranya masih kalut. Dia menanti jawabanku dengan putus asa. Aku akhirnya menyerah, biarlah, ini utk terakhir aku membantunya, dan berharap dia segera pulang agar sesuatu yg terburuk tidak terjadi pagi ini.
“Okay mbak, sebenarnya ini berat buat saya..” Ujarku.
“Mbak rela ngelakuin apa aja den supaya den percaya mbak mau balikin uangnya..”Sergahnya.
“Apa aja..” Waduh, kata2 itu sangat menggelitik benakku. Perempuan bodoh, seruku dalam hati.
“Ngelakuin apa aja maksudnya apa nih mbak..”Tanyaku sambil tersenyum.
“Apa aja yg den Bagus minta mbak kerjain ..”Jawabnya lugu.
“Selain urusan rumah memang apa lagi yg bisa mbak kasih ke saya?” Kalimatku mulai menjebak.
“Hehe..apa aja den..” Jawabnya sambil tersipu.
“Mbak..mbak..hati2 klo ngomong..”Aku menghela nafas menahan gejolak batin.
“Maksudnya apa den..”Tanyanya heran.
“Saya ini laki2 mbak, nanti kalo saya minta macem2 gimana..”Lanjutku mulai berani.
“Mbak gak paham den..” Wajahnya masih bingung.
“Yaa gak usah bingung, katanya mau ngelakuin apa aja..”Godaku.
“Yaa sebut aja den, nanti mbak usahain kalo memang agak berat dikerjain..”Jawabnya.
“Walah..mbak..mbak..yaa sudah saya ambil uangnya sebentar, tapi janji yah dikembaliin secepatnya”aku berusaha menyudahi percakapan ini.
“Makasih den..makasih banget..”Jawabnya lega.
“Tapi emangnya den Bagus tadi mau ngomong apa,mungkin mbak bisa bantu?”Lanjutnya.
Aku yg tengah berjalan menuju kamar terhenti, kali ini pikiranku sudah tidak terkontrol lagi, kalimat itu seperti akan meledak keluar dari mulutku.
Aku membalikan badan, menatapnya dengan seringai aneh.
“Mbak yakin mau nurutin apa aja kemauan saya?”Sergahku.
“Iya den, ngomong aja..”Jawabnya.
Dasar perempuan bodoh ujarku dalam hati.
” Saya kepengen mbak masuk ke kamar saya..”Kalimat selanjutnya seperti tercekat ditenggorokan.
“Terus Den?” Tanyanya penasaran.
” Mbak temenin saya tidur..”Ucapanku serasa melayang diudara, jantungku berdegup kencang.
Wajahnya sontak kaget dan bingung. Aku tau dia pasti akan bereaksi seperti itu, tapi salahnya sendiri. Aku sudah berusaha keras utk menahan diriku utk tidak berniat aneh pada dirinya tapi kesadaranku belum penuh utk melawan kegilaan ini.
“Maksudnya..maksudnya apa den..mbak kok jadi takut..”Wajahnya mulai memucat.
“Iya temenin saya di ranjang, saya lagi kepengen gituan dengan perempuan sekarang..”Jawabku, aku tau mukaku memerah.
“Mmm…tapi..tapi itu kan gak mungkin den..”Ujarnya dengan suara pelan.
“Mungkin aja kalo itu syaratnya mbak mau pinjem uang..”Jawabku .
Ruangan kembali sunyi, mbak Mirna tertunduk, menggenggam kedua tanganya dengan gelisah. Ada rasa sesal telah mengucapkan kalimat tadi, tapi sudah terlanjur. Aku sudah tidak mungkin menariknya, sekarang biar sisi gelapku yg bertindak.
“Gimana mbak?” Tanyaku sambil kembali duduk dikursiku.
“Tapi itu gak mungkin Den..gak mungkin..mbak bukan perempuan kaya gitu..” Jawabnya, suaranya kembali lirih.
“Hhhh…” Aku menghela nafas berat.
Mbak Mirna wajahnya kembali muram, matanya menatap ke luar pintu, kosong, sperti berpikir keras.
“Mbak gak nyangka kok aden bisa2nya minta yang kaya gitu..mbak ini sdh tua..gak pantes ..”
Aku diam beberapa saat. Ada rasa amarah tanpa alasan bermain dipikiranku.
“Itulah laki2 mbak..” Hanya itu kalimat yg bisa meluncur dari mulutku.
Dia mungkin menyesal telah mengucap kata2 yg tadi memancing kenekatanku. Tapi situasinya sudah terjepit, wanita lain mungkin akan menghardiku dan segera pergi menjauh, sementara mbak Mirna tidak punya pilihan lain.
“Sekarang terserah mbak, saya tetep kasih uang yg mbak minta, kalo mbak mau menuhin kemauan saya okay, gak juga silahkan..”Jawabku pelan sambil melangkah ke kamar.
Aku kembali ke ruang tamu dengan sejumlah uang ditangan. Aku meletakanya pelan di atas meja kecil di depannya. Wajahnya masih terlihat tegang, dia hanya melirik sebentar ke arah meja kemudian kembali tenggelam dalam pikiranya.
Kami kembali sama-sama membisu. Sesekali aku menatapnya, dia menyadari tengah diperhatikan olehku.
“Den…apa aden yakin …?” Tiba2 dia berucap.
“Sebetulnya saya gak tega mbak, tapi entahlah..itu yg ada dalam otak saya sekarang..terserah mbak de..”Jawabku dengan tenang.
Matanya berkaca2 menatap langit2 ruangan, perasaanya pasti tertekan. Dia kembali terdiam.
“Hmmmm…baiklah Den..mbak gak tau lagi mo ngomong apa, atau harus kaya mana sekarang..kalo itu maunya aden..terserahlah..jujur aja mbak teh takut banget..mbak bukan prempuan gitu den..mbak memang janda..tapi bukan..”
“Sudahlah mbak, klo memang bersedia, skarang saya tunggu di kamar, kalo keberatan, silahkan ambil uangnya dan segera pulang..”Ujarku tegas, kemudian aku bangkit berdiri dan melangkah ke kamar.
Aku membaringkan tubuhku di kasur, trus terang aku pun dilanda ketakutan.Aku tengah dilanda gairah, tapi was2 dengan kemungkinan buruk yg bisa saja terjadi.
Butuh beberapa menit menunggu, pintu kamarku yg memang tidak terkunci perlahan2 bergerak terbuka. Mbak Mirna melangkah masuk sambil tertunduk, terlihat sangat kikuk.
Dia berdiri menatapku di samping ranjang, tatapanya penuh arti. Well, kalo saja aku tidak terlanjur berpikiran mesum mungkin aku segera berlari keluar kamar, aku merasakan takut yg sama seperti yg dirasa mbak Mirna.
Tapi aku berusaha tenang, aku bangkit dan duduk di pinggir kasur.
“Mbak yakin mau ngelakuin ini”?tanyaku.
“Hhh..sekarang smuanya terserah aden aja..”Jawabnya pasrah.
Aku menatapnya lekat2, pandanganku menelusuri seluruh tubuhnya, seperti ingin menelannya hidup2.
Tangan kananku meraih jemari kiri tanganya. Aku memegangnya pelan, jemari itu terasa dingin dan gemetar.
Memang sudah harus kejadianya seperti ini, apa lagi yg aku tunggu ujarku dalam hati. Makin cepat makin baik, setan itu membisiki bertubi2.
Aku menarik tangan itu agar tubuhnya mendekat. Niatku sebelumnya ingin memeluknya terlebih dahulu, tapi nafsuku sudah tidak tertahankan. Aku segera meneruskan dorongan tubuhnya yg limbung terhempas ke atas kasur.
Begitu dia terhenyak di sampingku, aku langsung menerkamnya, menghimpitnya dibawah tubuhku dan ciumanku langsung mendarat dibibirnya.
Aku tidak memberikanya waktu utk berpikir, aku melumat2 bibirnya, menciumi dengan kasar lehernya dan trus bergerak menjelajahi bagian dadanya.
Nafasnya tersengal, wajah itu masih terkaget2 dengan apa yg sedang aku lakukan. Jemariku segera beraksi, aku menjamah bongkahan pahanya dibawahku, daster itu telah tersingkap ke atas.
Aku seperti kesetanan menciumi pahanya yg besar, mengecup berkali2 selangkanganya dan jemari tanganku yg lain langsung meremas buah dadanya. Gerakanku cepat terburu nafsu.
Sebentar saja seluruh tubuhnya telah ku jamah. Aku masih menciuminya membabi buta. Tak lama kemudian aku bergerak cepat membuka lepas pakaianya.
“Den..jangan den..sudaah..” Serunya ketika aku kembali menciuminya,hanya hanya bra dan celana dalamnya yg tersisa menutupi tubuhnya. Seraya kedua tanganya berusaha mendorong tubuhku.
Aku tidak memperdulikan perlawananya. Aku menduduki perutnya sambil kedua tanganku bergerak melepas bajuku.
Nafasku memburu, yg keluar dari mulutku hanyalah desahan penuh nafsu angkara murka. Wanita ini makin ketakutan melihatku.
Kemudian aku bangkit berdiri di atasnya. Kedua tanganku bergerak cepat melepas celana pendek dan celana dalamku. Mbak Mirna menangis.
Aku tidak perduli lagi, kejantananku telah berdiri mengacung di atasnya, mbak Mirna makin panik melihatku. Jemariku bergerak2 mengocok2 cepat batang penisku sehingga semakin keras berdiri, matanya terpejam basah.
“Den..sudahlah den…jangan..sudahlah..mbak gak jadi pinjem uang..sudaaah..”Jeritnya ketika aku kembali menduduki perutnya. Dia berusaha meronta tapi kedua tanganku dengan kuat menahan tanganya pada kedua sisi bantal.
“Sudah telat mbak” Suaraku bergetar menghardiknya.
Aku memaksa kedua paha sekel itu terbuka, dia masih berusaha menutupnya rapat. Kami bergumul beberapa saat, begitu ada celah aku segera menekan kuat selangkanganku di dalam jepitan pinggul mbak Mirna.
Dengan gerakan kasar aku menarik ke samping paha kirinya. Tanganku langsung bergerak menuntun penisku ke arah vaginanya.
Aku sempat salah memposisikanya, dorongan penisku menggesek keluar di atas permukaan kemaluanya. Pada percobaan kedua kepala penis itu langsung menusuk masuk.
Mbak Mirna menjerit terperikan oleh rasa sakit..Wajahnya meringis,matanya menyipit menahan perih diselangkanganya. Dia sangat terkejut ketika benda itu menerobos masuk.
“Ahhh…shhh…oohhh..” Desahku,terasa nikmat menjalar melalui kejantananku hingga naik ke otak, aku seperti terbakar.
Melihat kemaluan mbak Mirna yg berbulu lebat membuatku makin bernafsu. Tubuh kami masih terdiam kaku beberapa saat.
Aku sedikit menarik penisku dan menusuknya kembali di dalam, mbak Mirna kembali tersedak,urat lehernya menegang, matanya menatap ke arah selangkangan, lelehan air mata itu masih mengalir dipipinya.
Aku kembali mengulanginya, kali ini aku mendorongnya lebih keras. Mbak Mirna makin menjadi tangisnya.
“Ouhh..huuhuu..huhuu..deen..sudah denn…sudaaah..” Rintihnya sambil memegang bahuku keras.

….Selanjutnya aku lupa diri, aku meliuk2 menyodok selangkanganya. Penuh tenaga, makin lama makin cepat gerakanku. Bunyi derit ranjang kayu itu menambah seru suasana.
Wanita ini memiliki tubuh yg cukup menawan. Meski sudah berumur tapi kulitnya masih kencang, bokongnya tebal dan bahenol. Pahanya yg besar itu mulus meski tidak putih, melingkari pinggulku.
Aku beringas menghempas2 tubuhnya di bawahku. Mbak Mirna telah berhenti menangis, matanya terpejam, hanya terdengar suara nafasnya yg terputus2, buah dadanya bergoyang2 mengikuti gerakanku. Wanita ini sudah pasrah dengan apa yg tengah terjadi.
Bahkan ketika aku merubah posisi, mengangkat kedua pahanya ke atas, menahanya tergantung di udara dengan kedua lenganku,kembali penisku terbenam,mbak Mirna hanya diam. Hujamanku makin bebas dan dalam menjajah vaginanya yg terkuak lebar.
“.. Plok..plok..plok..” Suara gesekan selangkangan itu terdengar jelas ditelingaku.
Kemaluan mbak Mirna yg basah makin menghangatkan batang penisku di dalam. Sesaat lagi aku sudah tidak kuat menahan desakan, aku seperti kesetanan menggenjotnya. Mbak Mirna seperti mengerti apa yg akan segera terjadi.
“Den..tolong.. jgn keluarin di dalem den..tolongg…” Serunya memohon dengan suara gemetar.
Aku tidak menjawab, aku tengah fokus ingin menuntaskan aksiku. Sedikit lagi akan sampai.
Mbak Mirna memekik menyebut namaku saat tusukanku tiba2 berhenti, tubuhku tengah meregang.
“Deenn..cabut deen…” Serunya panik sambil menekan perutku ke belakang.
Aliran sperma itu bergerak naik mendekati pangkal penisku, jemariku telah kuat mencengkram sprei. Beruntung aku masih sempat menarik batang penisku keluar dan tepat sedetik kemudian semprotan pertamanya melompat keluar.
“Ahhhhh…sshhhhhh…mbaaak…aduuhhhh…..” Jeritku panik.
Belasan kali cairan hangat itu menghantam sebagian perut mbak Mirna. Aku terpapar kenikmatan luar biasa, mataku terpejam beberapa saat hingga akhirnya semuanya usai.
Mbak Mirna melihat proses akhir tadi dengan seksama, dia memperhatikan wajahku yg meregang, matanya was2 melihat penisku memuntahkan cairan kental itu membaluri perutnya.
“Sudah den..sudah puas ?” Ujarnya beberapa saat ketika aku masih tersengal diam di atasnya, air mata itu kembali mengalir dari pinggir pipinya.Kalimat itu serasa menamparku.
Rasa penyesalan perlahan2 merayap . My gosh, aku baru saja menodai perempuan ini. Bagaimana mungkin hingga aku bisa sebejat itu.
“Maafin saya mbak..saya bener2 khilaf..” Jawabku bingung.
Aku beringsut mundur, memungut seluruh pakaianku, melangkah ke kamar dan meninggalkanya terbaring di ranjang.
Aku melepas kekalutan pikiranku dengan menghisap sebatang rokok di ruang tamu. Mudah2an mbak Mirna tidak memperkarakanku, menganggapnya selesai hanya di sini. Aku menepuk2 keningku menyesali kebodohanku.
Mbak Mirna keluar kamar beberapa menit kemudian. Matanya sembab, dia duduk di kursi di sampingku, tanpa bicara. Suasana hening, aku tidak berani menatapnya atau memulai pembicaraan.
“Ini uangnya saya ambil den, nanti diusahain dikembaliin kok..” Ujarnya pelan, suaranya berat,hidungnya seperti tersumbat cairan.
“Iya mbak, gak usah dipikirin soal kembalianya..dan..maaf soal yg tadi..”Jawabku tanpa menoleh kepadanya.
“Gak papa den..gak papa..”Jawabnya, tangisnya kembali pecah sedetik kemudian, bahunya terguncang2, aku hanya bisa terdiam.
“Sekali lagi maaf mbak..”
Dia mengangguk pelan sambil menunduk,tetes2 air mata itu masih berjatuhan dipangkuanya. Aku meraih uang itu, melipatnya,kemudian memasukanya ke dalam kantung dasternya.
Jemariku menyentuh pangkal tangannya, menepuknya pelan kemudian tanpa bicara aku melangkah masuk ke kamar sambil menutup pintu. Aku tidak sanggup lagi melihat wanita itu menangis. Aku terbaring,penat terasa, pinggangku nyeri.
Aku melihat Jam di dinding, pukul 2 siang, aku mungkin telah tertidur lebih dari 2 jam. Perutku sangat lapar, aku melangkah keluar kamar. Mbak Mirna mungkin telah lama pulang. Aku kembali didera pikiran buruk. Dendamkah dia padaku, bisa saja tiba2 orang sekampung muncul mendatangiku dengan tuduhan cabul atas laporan darinya. Hhhh..sudah terjadi, yg nanti urusan nanti.
Aku pergi kerja agak telat keesokan harinya, aku sengaja menunggu mbak Mirna datang, memastikan bahwa kekawatiranku tidak terjadi. Jam 8 mbak Mirna tiba, perasaanku tidak karuan ketika dia membuka pintu depan.
“Loh belum kerja den?” Tanyanya, wajah itu terlihat datar, malah ada senyuman kecil menghias bibirnya.
“Ini dah mau jalan mbak, sengaja nunggu mbak dateng..”Jawabku berusaha tenang.
“Hehe..kenapa, takut saya gak bakal dateng lagi ya?” Tertawanya membuatku lega.
“Iya mbak..takut aja, …mm..”
“Mm.. Apa den..?” Lanjutnya sambil masih berdiri di depanku.
“Maaf yg kmaren mbak…”Jawabku.
“…..ya ndak papa den…mmm..yo wis..lupain aja..” Serunya, dia melangkah ke dapur tanpa menunggu reaksiku selanjutnya.
Yah sudahlah, yg jelas tidak akan ada masalah, dia sudah menerima perlakuanku kemarin. Aku segera berlalu menuju kantor.
Hari2 selanjutnya berlangsung normal, kami hanya bertemu di akhir pekan, tidak ada bahasan lagi soal peristiwa itu. Mbak Mirna tetap melakukan pekerjaanya dengan baik. Kami hanya sesekali mengobrol basa basi.
Satu bulan berlalu, aku mulai melupakan peristiwa itu. Kerjaanku makin banyak mendekati akhir tahun. Aku juga makin sering menghabiskan waktu di luar bersama teman2 di akhir pekan.
Hingga pada suatu pagi di hari sabtu aku terbangun dan terjebak dalam lamunan tentang mbak Mirna. Malam itu aku mimpi erotis, dengan mbak Mirna, cairan sperma itu sebagian telah mengering memenuhi celana dalamku.
Dalam mimpi itu aku menggauli mbak Mirna dari belakang, bongkahan pantat itu terpapar jelas dalam penglihatanku. Damn it, kenapa hal ini kembali menggangguku.
Jam 9 pagi, wanita itu telah datang seperti biasanya. Aku baru saja selesai mandi dan tengah bersiap utk sarapan.
” Dah sarapan mbak? Ayo ini saya tadi beli dua bungkus nasi uduknya, satu utk mbak..” ujarku sambil tersenyum ramah.
“Makasih den..nanti aja, mbak mau beres2 cucian pakaian dulu..” Jawabnya.
“Santai aja dulu..temenin saya sarapan dulu..” Ntah kenapa pagi itu aku agresif.
“Nggih den, sebentar ambil piring dan sendok dulu..” Jawabnya seraya melangkah ke dapur.
Aku melihat tubuhnya dari belakang, rok merah sepanjang bawah betis itu cukup jelas mencetak lekukan pinggul, pantat dan pahanya. My gosh, darahku berdesir, mimpi semalam membuat hayalanku makin parah.
Otaku segera bereaksi, mencari jalan pintas, berandai2 seandainya hari ini aku kembali bisa memperdayainya. Aku segera menepis pikiran buruk itu.
Mbak Mirna telah kembali, duduk bersebrangan di depanku dan telah bersiap utk makan.
“Gimana kabar orang rumah mbak, sehat semua?” Tanyaku basa basi.
“Sehat den…” Jawabnya santai.
“Anaknya kapan mulai sekolah mbak, taun depan?”
“Iya den, rencana taun depan..mdh2an rejekinya lancar..”
“Yaa selagi saya di sini tetep aja kerja di sini mbak..klo mbak mau tambahan, mungkin coba mulai masak katering utk anak2 sini, kemaren ada obrolan kita di sini soal itu. Pada bosen katanya makan masakan luar, lebih boros juga…” Lanjutku.
“Wahh bBagus tu den..tapi perlu modal, ibu mertua saya pinter masak..”Jawabnya semangat.
“Gampang soal modal, nanti saya pinjemin..klo mau mulai depan mbak..nanti saya tawarin temen2 saya..”
“Gak enak klo dipinjemin melulu, kasian den Bagus..” Jawabnya.
“Yaa klo utk bisnis kenapa gak mbak, sama2 bantu..saya jg nanti minta harga diskon dong..hehe..” Jawabku.
“Hehe..untuk den Bagus gratis aja..lha uangnya kan dari aden jg..”
“Yaa gak boleh gitu mbak, bisnis tetep bisnis..”Jawabku.
“Duh saya makin banyak utang budi dong den..”Lanjutnya.
“Jgn berpikir gitu..saling bantu wajar aja mbak..”
“Yo wis, nanti tak bilangin sama ibu mertua, dia pasti seneng..”
“Iya mdh2an jalan mbak..semangat yg penting..”Jawabku.
Obrolan pagi itu terasa menyenangkan, spertinya dia benar2 melupakan kejahatanku waktu itu. Aku merasa lega, walau dalam hati aku menginginkan kehangatanya lagi. Pasti nanti ada jalannya, sabar aja, setan itu kembali membisiki.
Minggu pagi, keesokan harinya, mbak Mirna datang membawa anak perempuanya ke rumah.
“Maaf yaa den, si Rini saya bawa, mbahnya td pagi dijemput ipar saya ke Solo, mau ada acara kawinan sodaranya.”
“Yaa gak papa mbak, biar dia bisa maen di sini, hei pa kabar cantik..” Seruku sambil tersenyum ramah kepada anaknya.
Bocah itu tersipu dan bersembunyi dibalik kaki ibunya.
“Saya mau jalan dulu ya mbak, ada acara kawinan anak kantor..siang baru pulang..”
“Nggih den….monggo..” Jawabnya.
Aku segera berlalu, mbak Mirna terlihat manis pagi ini, rambutnya terurai ikal menjuntai ke bahu. Paduan kaos biru dan celana jeans ketatnya itu membuatnya terlihat lebih muda. Well..well..well..kapan kita bisa bisa berdua di kamar lagi mbak, ucapku dalam hati.
Hujan turun dengan lebatnya sesampainya aku kembali di rumah. Sebagian kemeja dan celanaku telah basah kuyup.
“Waah keujanan den..ini dipake handuknya dulu, nanti mbak bikinin aer panas..”Serunya ketika membuka pintu.
“Makasih mbak..” Aku langsung berlalu ke kamar, mengelap kepala dan tubuhku dengan handuk dan mengganti pakaian.
“Rini kemana mbak, kok sepi..” Ujarku ketika duduk diruang tamu.
” Barusan tidur di kamar belakang den..sudah kenyang tidur dia..wah..kenceng ya anginya..”Jawabnnya.
“Iya mbak, sudah lama jg gak ujan..”
“Ini mbak bikinin teh anget pake jahe den..diminum..” Lanjutnya.
” mantep nih..makasih mbak..”Jawabku sambil menerima cangkir dari tanganya.
Teh itu tidak terlalu lama mengepul, udara dingin perkebunan ini membuatnya segera tidak begitu panas lagi. Udara diluar gelap seperi senja. Angin menerpa atap seng,menimbulkan suara berisik.
“Masih sibuk mbak, santai aja dulu duduk2 di sini..”Ujarku melihatnya mondar mandir.
“Iya den, sebentar mau mindahin air panas ke termos..”Jawabnya.
Tak lama dia menghampiriku dengan membawa sepiring biskuit dan teh utk dirinya. Kami belum memulai obrolan. Aku masih sibuk membalas sms teman2ku.
“Mbak gimana kabarnya, urusan yg dulu itu sudah selesai..” Ujarku memulai pembicaraan.
Dia sedikit terusik dengan pertanyaanku.
“Sudah den..mbak sudah kapok gak mau lagi maen gituan..gak ada gunanya..”Jawabnya.
“Hehe..iya mbak, ngapain jg..dikerjain bandar aja kalo togel sih..”Jawabku tersenyum.
“Uangnya nanti pelan2 mbak angsur yaa den..maaf..”Lanjutnya.
“Gak papa mbak, santai aja, nanti klo kateringnya lancar mbak bisa dapet tambahan..tenang aja..” Jawabku.
“Makasih den..”
Kami kembali terdiam. Tiba2 aku tergelitik utk bertanya tentang peristiwa dulu itu. Sedikit ragu jika itu membuatnya tidak nyaman tapi kalimat itu mengalir tanpa bisa kutahan.
“Mbak..maaf boleh saya nanya..”
“Boleh den..mo nanya apa..”Jawabnya.
“Yg kemaren itu..mbak gak marah dengan saya ?” Lanjutku.
Dia terdiam beberapa saat,aura wajahnya berubah.
“Mmm..mbak ikhlas kok den..salah mbak juga..sudahlah gak papa..”jawabnya pelan sambil mengalihkan pandangan ke arah jendela.
“Boleh nanya lagi mbak..” Lanjutku.
“Monggo den..”
“Apa yg mbak rasa waktu itu,..mm..waktu di kamar..” kalimatku makin menjebak.
“….mmmm…gimana ya..gak tau den..”Jawabnya, wajahnya terlihat canggung.
” Sakit..atau jijik mbak..”
“Jijik kenapa..sakit sih iya..” Jawabnya pelan.
“..aden kok bisa begitu waktu itu..mbak ini jauh lebih tua..kok bisa..” Lanjutnya.
” ..nafsu laki2 mbak..liar..kadang gak bisa kontrol..”Jawabku.
“Soal tua sih gak jadi soal..jujur aja, mbak masih menarik kok..”Lanjutku makin berani.
“Menarik apanya..aden masih muda..cari pacar yang muda, cantik..gak susah..”Jawabnya.
“…well..saya masih belum tertarik utk pacaran lagi mbak..”
” Apa yg aden pikir semenjak kejadian itu soal mbak..”Tanyanya kembali.
” Maksudnya..?”
“Yaa apa aden pikir mbak ini jadi perempuan gimanaa gitu di pandangan den Bagus..”
“Saya nyesel sesudahnya mbak, gak tega bikin mbak gitu..yaa selanjutnya saya masih respek kok sama mbak..”Jawabku.
“..mbak juga nyesel..”
” tapi kalo boleh jujur..maaf yaaa mbak..”
“Apa den..ngomong aja..”Jawabnya penasaran.
“.. Saya pengen ngulangin lagi..saya tau itu gak mungkin..maaf yaa mbak..”Suaraku sedikit bergetar, jantungku berdetak cepat.
“….mmm…apa yg aden cari..mbak seperti ini, perempuan kampung, gak cantik..dah tua lagi..” Wajahnya lekat2 menatapku.
” ..masih tetep menarik kok mbak..saya masih suka inget2 kejadian itu..”Jawabku.
Mbak Mirna tersenyum tipis, aku penasaran apa yg ada dalam pikiranya.
“Apa yg aden inget waktu kejadian itu..” Ujarnya.
“Yaa indah mbak..malem sabtu kemaren saya sempet mimpiin mbak gituan sama saya..sorry..”Jawabku.
“hehe..aden masih muda, wajar kalo pikiran ke arah itunya masih kuat, jadi..”
“Sekarang jg lagi mikirin itu mbak..”Aku memotong kalimatnya.
“..hmm…yaaa mbak berat hati utk begitu lg ..takut den..”Jawabnya.
“Kalo saya minta tolong supaya mbak gak takut lagi gimana..”Responku mencecar pikiranya.
“Yaaaa..gimana den..gak usah de..yg sudah yaa sudah..”Jawabnya.
Aku paham dia tengah dilanda kebingungan, di satu sisi dia segan menepis godaanku, di sisi lain dia tidak ingin terjerembab dalam perzinahan bersamaku lagi.
Aku menggeserkan dudukku mendekat. Tanganku memegang jemari tanganya. Wanita ini terkesiap dgn kenekatanku.
“Mbak..gak perlu takut..mbak bisa minta apa aja dari saya..” Ujarku sambil menatap kedua matanya lekat2.
” Jangan den..dosa….”Jawabnya ketakutan.
Tapi dia sudah terlambat, ciuman bibirku telah mendarat di bibirnya. Aku memagut2 bibir itu pelan.
Wajahnya pucat pasi..antara kaget dan bingung dengan apa yg dia tengah rasa. Aku kembali menciumi wajahnya, bibir kami kembali bertemu, tanganku telah melingkar dengan manis di lehernya.
Dia hanya terdiam..tanpa reaksi. Tidak ada penolakan, aku makin berani merapatkan tubuhku. Kali ini tidak hanya bibir dan sekitar wajahnya, ciumanku mendarat di leher dan belakang telinganya. Mbak Mirna bergidik, tubuhnya merinding.
Mendung semakin gelap diluar, petir sesekali menggelegar diiringi deru angin kencang. Aku berdiri, kedua tanganku menggapai tanganya, menariknya keatas kemudian membawanya melangkah mengikutiku, ke arah kamar…
Mbak Mirna sama sekali tidak bereaksi, dia kikuk mengikuti langkahku. Wajahnya takut2 melihatku ketika pintu kamar itu tertutup rapat.
Ruangan kamar cukup gelap, hanya sebagian tubuh atas kami yg terlihat jelas. Tidak perlu lagi berkata2, segera tuntaskan apa yg ada dalam hati.
Aku membimbingnya utk berbaring diranjang. Wajahnya menatapiku tanpa henti,menanti kejutan2 selanjutnya. Aku kembali menciumi bibir itu, tidak ada balasan berarti darinya. Seluruh leher dan bagian dadanya yg tertutup kaos itu habis ku kecup. Nafas mbak Mirna terdengar menderu.
Tidak perlu lagi basa basi, aku segera melepas habis pakaian yg dikenakanya. Hanya tertinggal bra dan celana dalam lusuh itu menutupi. Tubuhku pun telah hampir telanjang, pakaianku berserakan di lantai. Aku langsung menindih tubuhnya.
Mbak Mirna mendesah, jantungnya terdengar cepat berdetak di telingaku, mulutku tengah puas mencium dan menggigit2 payudaranya yg lumayan besar.
Kulit kami saling menempel, bulu2 diperutku mungkin membuatnya makin merinding. Tanganku telah kesana kemari meraba tubuhnya, jemariku lincah menggosok2 sekitar selangkanganya.
Penisku telah sedari tadi diruang tamu mengacung keras, diranjang ini dia semakin garang menempel dan kadang2 menggesek tepat ditengah2 selangkangan mbak Mirna. Dia makin terbuai oleh rangsangan dariku. Wanita ini siap sedia untuku hari ini, aku sangat beruntung.
Akhirnya kami sudah sama2 siap tempur. Vaginya sudah terkuak lebar dan basah. Permainan lidahku tadi di situ telah membuatnya tanpa sungkan2 merintih dan mencengkram erat kepalaku.
Pahanya terkulai lebar ke samping, aku sudah bersiap menusuk. Sedikit demi sedikit batang itu terbenam diiringi dengan rintihan mbak Mirna dan desis yg keluar dari mulutku. Kami berpelukan erat ketika penis itu telah berhasil menyentuh dasar vaginanya. Oh my gosh, nikmat sekali.
Kami kembali berpagutan, pelan2 aku menarik ulur selangkanganku. Mbak Mirna hingga memeluk pantatku merasakan sensasi itu.
“Nikmatilah mbak,nikmati yg sudah lama tidak kau rasakan. Usiaku memang terlalu muda untukmu, tapi aku sanggup memberimu kepuasan,” ujarku dalam hati.
Aku ingin menikmati moment ini lebih lama, aku mengaduk2 kewanitaanya perlahan dan lembut. Suasana begitu romantis.
“Uhh..uhh..shhh..hhhh…” Mbak Mirna mendesah setiap kali aku menusuk selangkanganya. Tanganya lembut memeluk punggungku.
Kami terus berpagutan, pantatku meliuk2 menghantam. Makin lama gerakanku makin cepat. Tenagaku seperti tidak habis membawanya pada kenikmatan. Mungkin lebih dari 15 menit berlangsung, mbak Mirna mulai kewalahan. Jepitan pahanya makin kuat sementara pantatnya tidak henti bergerak ke atas menyambut penisku, nafasnya sudah tersengal. Mungkin tidak lama lagi mbak Mirna mencapai klimaks.
“Buuuk..ibuuuk..di manaaa…rini pengen pipis..” Tiba2 suara anaknya terdengar nyaring di depan pintu kamar.
Kami yg tengah melambung terkesiap kaget dan melepas pelukan. Sekejap saja kami telah berdiri, saling bertatapan dalam kebingungan.
“Buuk…ibuuuk..”Lanjut bocah itu.
Damn it..aku menyumpah dalam hati.
“Iya sebentar naaaak..pipis aja di dapur..ada kamar mandi di situ..ibu lagi beresin kamar..sebentar lagi keluar..”
Jawab mbak Mirna panik berusaha memungut pakaianya yg berserakan di kasur.
“Iya buk..” Jawab bocah itu.
“Nanti baring aja lagi di kamar, ibu nanti nyusul..”Jawabnya sambil berusaha meraih celana dalamnya.
Aku menahan tanganya, “biar aja mbak..tanggung sebentar lagi..” Ujarku.
“Jangan..nanti dia curiga..” Jawabnya menepis tanganku.
“Nggak..sebentar lagi..tenang aja..”Seruku.
“Jangan Den..” Jawabnya, tapi kalimat itu terpotong.
Aku menarik tubuhnya, nafsuku sudah memuncak. Aku mendorong tubuh telanjangnya menghadap meja kecil di hadapan kami. Dengan sekali kibasan seluruh benda2 kecil di atasnya berlompatan jatuh ke lantai dengan suara yg berisik.
“Den..nanti den…sabar..” Jawabnya kebingungan.
Aku tidak memperdulikan ucapanya. Tubuhnya ku dorong merapat ke pinggir meja, kedua kakinya aku paksa untuk melebar, pantatnya aku tarik ke belakang. Posisi mbak Mirna sudah menungging di depanku, belahan pantat itu mempertontonkan lubang anusnya.
Aku menjadi kian brutal, pantat besar dan bahenol itu ku angkat, bagian vagina dan rambut2 halus itu terpampang didepan selangkanganku. Penisku langsung mendekat, langsung menghujam masuk. Pemandangan dibawaku membuatku makin bernafsu.Batang penis itu perlahan menghilang diantara bongkahan pantatnya.
O gosh..nikmat sekali, aku mendesis2 menahan geli. Segera saja tubuhku menyodok2 dengan kuat. Tubuh mbak Mirna maju mundur terpapar seranganku. Sebentar saja dia kembali merintih.
Permainan kami berlangsung cepat, kekagetan tadi itu menambah selera, bunyi gesekan kemaluan kami mengiringi. Mbak Mirna memutar2 pinggulnya berusaha segera meraih akhir perjuangan. Peniskupun sudah seperti ingin meledak.
Tubuhku semakin kuat menekannya kedepan, mbak Mirna gemulai memutar pantatnya kesana kemari, makin liar dan binal dan akhirnya dia meraih klimaks.
“Uhhhh…uhhh…dennn….aduuuhh..uuhh..huhhu..huh uuu..uuhh..” Jeritnya sambil terisak.
Kedua pahanya mengejang kaku,kepalanya hingga terbaring dipermukaan meja sambil terus merintih tiada henti. Cairan hangat kewanitaanya membasahi penisku di dalam.
Aku ingin segera merasakan hal yg sama, sodokanku makin cepat melabraknya.Beberapa kali ayunan akhirnya pantatku berhenti bergerak bersiap meregang, tanganku kuat mencengkram pinggulnya.
“Cabut den..cabut…jangan didalem..”Serunya panik.
Aku masih sempat menarik penisku keluar tepat ketika spermaku datang menerjang.
“Ahhhhh….mbakkk..oooh…shhh..ahhh…”Jeritk u ketika sperma itu menyemprot panas tepat diatas bulu vagina yang lebat mbak Mirna.
Sebagian mendarat di dalam belahan pantatnya, mengalir turun menelusuri permukaan anusnya. Jari tangan mbak Mirna menyelusup dibagian situ, menahan aliran sperma itu mendekati vaginanya dan menyekanya dengan cepat.
Kami terkesima dengan nafas tersengal. Nikmat masih menjalari benak kami dalam bisu. Akhirnya permainan ini usai.
Aku terduduk lemas di pinggir ranjang menatap mbak Mirna yg masih berdiri dari belakang, badanya limbung memegang pinggiran meja. Cairan sperma itu berkilauan pada bagian pantatnya. Juga terlihat cairan putih kental dari dalam vaginanya yg tertahan bulu lebat kemaluan mbak Mirna.
Hujan telah reda ketika kami duduk di ruang tamu. Bocah kecil itu tengah serius menonton tivi di belakang kami. Dia tidak menyadari bahwa ibunya baru saja telah bertarung hebat di kamar bersamaku.
Mata kami yg hanya berbicara saat itu, apa yg sudah terjadi tadi membungkam kami tenggelam dalam pikiran masing2.
Semenjak hari itu hubungan kami berada dalam suasana yg baru. Usaha katering yg kujanjikan berjalan sukes, tarah hidup mbak Mirna meningkat lebih baik.
Hingga hari ini mbak Mirna masih menemani gairah mudaku yg tak kenal batas. Ada terbersit dalam hati untuk menikahinya suatu hari nanti, biarlah waktu yg menentukan akhirnya. Udara dingin perkebunan teh ini membuat kami terus larut. – Cersex Cerita Sex, Cerita Dewasa, Cerita Ngentot, Cerita Mesum Terbaru 2015